Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) mengecam Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang melarang laptop dibawa ke dalam kabin pesawat pada penerbangan dari beberapa negara muslim. IATA mengkritik kebijakan itu sebagai langkah ke arah proteksionisme.
Berbicara dalam Montreal Council on Foreign Relations, Alexandre de Juniac, direktur jenderal dan kepala eksekutif IATA, mempertanyakan keefektifan larangan terhadap barang elektronik yang lebih besar dari ponsel pada penerbangan langsung ke AS dari 10 bandara di Timur Tengah dan Afrika itu.
"Langkah itu bukanlah solusi jangka panjang terhadap ancaman apa pun yang berusaha mereka cegah," kata de Juniac.
"Bahkan dalam jangka pendek larangan itu sulit dipahami keefektifannya." lanjutnya.
Larangan yang didorong oleh laporan bahwa kelompok militan akan menyelundupkan bahan peledak dalam gadget elektronik itu mewajibkan barang elektronik yang lebih besar dari ponsel, termasuk laptop dan tablet, mesti diletakkan di bagasi dalam penerbangan tujuan Amerika Serikat.
Inggris mengikuti langkah AS itu dengan mengeluarkan larangan serupa untuk enam negara, sedangkan Kanada mengambil langkahnya sendiri menyangkut barang elektronik itu.
Bandara-bandara yang masuk daftar larangan AS berbeda dengan larangan yang diberlakukan Inggris. De Juniac mempertanyakan hal ini, mengapa dua negara tidak punya daftar yang sama.
Dia memperingatkan dua pemerintahan itu karena dianggap tidak berkomunikasi dan tidak berkoordinasi secara layak dalam memperkuat kebijakan tersebut.
"Distorsi komersial yang diciptakan (dari larangan masuknya barang elektronik ini) adalah parah," kata dia seperti dikutip Reuters. "Kami menyeru pemerintahan-pemerintahan bekerja sama dengan industri penerbangan dalam mencari cara untuk memastikan penerbangan aman tanpa memisahkan penumpang dari barang elektronik pribadinya," ujarnya.
(rr/TS/Ant)