"Penerbitan HGB pulau reklamasi C dan D yang didukung Presiden Jokowi menjadi tantangan berat bagi Anies Sandi yang sejak kampanye lalu menegaskan penolakannnya pada reklamasi," kata Pengamat Kebijakan Publik dari Budgeting Metropolitan Watch (BMW), Amir Hamzah, Kamis (7/9), seperti dilansir RMOLJakarta.
Proyek reklamasi merupakan sesuatu yang krusial bagi Gubemur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Sebagai program Pemprov DKI yang banyak ditentang oleh masyarakat, terutama nelayan di Jakarta Utara karena dianggap mengancam kehidupan mereka.
"Anies dan Sandi terlanjur berjanji akan menolak pelaksanaan proyek tersebut. Janji itu wajib dipenuhinya," ujar Amir.
Terlebih belakangan diketahui telah terbitnya sertifikat Hak Guna Bangunan HGB Pulau G di luar sepengetahuan Pemprov DKI Jakarta. "Bagaimana mungkin ada HGB sedang Perda Reklamasi sebagai payung hukum pelaksanaan reklamasi belum jelas," tegas Amir.
"Padahal setiap pelaksanaan kegiatan reklamasi seharusnya atas sepengetahuan Pemprov DKI Jakarta. Sebab jika pelaksanaan proyek reklamasi sudah selesai. maka seluruh aset harus diserahkan kepada Pemprov DKI. Sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Presiden no.52 tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Proyek Reklamasi," jelasnya.
Kenyataan ini juga harus mendorong DPRD DKI untuk mempertanyakan sebenarnya seperti apa Perjanjian Pemprov DKI Jakarta dengan PT Kapuk Niaga dalam pelaksanaan proyek reklamasi.
"Apakah selama ini telah mendapatkan persetujuan dari dewan. Jika tidak, bisa jadi perjanjian tersebut cacat hukum. Seperti juga yang diumumkan NJOP di Pulau G sebesar 3,5 juta per m2 patut dipertanyakan," terang Amir.
Menurut Amir Hamzah, Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang-Barang Milik Negara/Daerah telah menyebutkan bahwa gubernur adalah pemegang aset tertinggi.
"Dengan dasar peraturan dan perundangan inilah yang bisa dijadikan dasar hukum Gubernur Anies untuk melanjutkan atau menolak Reklamasi," pungkasnya.
(rr/HY)