Cerita Kopi Mukidi Yogyakarta: Secangkir Kopi, Ada Cerita, Banyak Saudara dan Penuh Cinta

Gaya Hidup » Mashudi | 29/02/2020 21:23:00 WIB

Apresiasi masyarakat terhadap  perkembangan kopi Nusantara sangat  menarik dalam beberapa tahun belakangan ini.  Ngopi sepertinya menjadi keharusan yang wajib dijalani dalam ritual harian.

Entah karena tuntutan jasmani atau sosial. Bujet untuk ngopi pun pasti disediakan.  Berkembangnya apresiasi masyarakat terhadap kopi Nusantara ini tentu menggembirakan bagi perintis usaha kecil, karena tidak semua penyedia gerai kopi datang dari pemodal besar. Justru usaha kecil masyarakat yang harus digiatkan untuk merasakan booming kopi di Indonesia. 

Kopi-kopi di Nusantara semakin mendapatkan hati di tengah masyarakat, bahkan dulu nama-nama kopi yang tidak terdengar kita akrabi dan bahkan kita sukai. Gerai kopi yang bermunculan hadir dengan visinya masing-masing. Sedikit diantaranya dilandasi dengan keinginan untuk memberikan edukasi kopi kepada masyarakat luas.

Mukidi, 42, petani sekaligus pemilik Rumah Kopi Mukidi di Desa Gandurejo, Kecamatan Bulu, Temanggung, salah satunya. Dengan tiga rumah kopi yang sudah ia miliki, bermitra dengan Homestay Omah Pitoe, Cerita Kopi Mukidi Yogyakarta dibuka 29 Februari 2020.

Cerita Kopi Mukidi Yogyakarta ini untuk mendekatkan pecinta kopi Temanggung untuk bisa menikmati aroma kopi gunung yang khas di pusat kota Yogyakarta. Selain itu, Omah Pitoe yang 80 persen tamunya dari manca negara juga memiliki misi yang sama untuk membawa  kopi Temanggung mendunia.

Mukidi percaya, ada banyak cerita dalam secangkir kopi. Karena  melalui kopi pula, komunikasi dan banyak informasi bisa saling dipertukarkan.

‘Secangkir kopi, ada cerita, banyak saudara dan penuh cinta’, begitulah jargon produk kopi Mukidi, seperti yang disampaikan dalam pembukaan Cerita Kopi Mukidi Yogyakarta.

“Tidak hanya  membuka gerai kopi, tetapi kami juga ingin mendukung komunitas-komunitas budaya untuk bisa berkreasi di tempat kami,” ujar Retta Simson, pengelola Cerita Kopi Mukidi Yogyakarta. 

Di kedai kopinya. Ia membuka diri untuk bisa menjadi tempat diskusi baik terkait kopi ataupun kebudayaan.

“Ngopi itu budaya dan juga dengan kopi bisa menghidupkan kebudayaan yang ada di Yogyarta dan sekitarnya,” tambah Retta.

Selama ini di Omah Pitoe juga sudah mengadakan kelas pembuatan jamu, kelas kopi, kelas batik dan juga gamelan. Ia pun membuka diri agar Cerita Kopi Mukidi  Yogyakarta juga menjadi tempat berkumpul wartawan yang ada di  Yogyakarta.

Pembukaan Cerita Kopi Mukidi Yogyakarta ini diwarnai dengan bincang  “Kopi Tak Pernah Salah”   dengan narasumber Mukidi, yang selama ini dikenal sebagai pencetus kemandirian petani.

Kemandirian Mukidi memulai bisnis kopi dimulai dengan budi daya kopi pada 2001 di lahan seluas 1 hektare di daerah Wonotirto, Kecamatan Bulu.

Selain di Yogyakarta, Mukidi juga memiliki 3 outlet di Temanggung yaitu Rumah Mukidi di Parakan, Kopi Mukidi Pringsurat,dan Kopi Mukidi Growo.

Di masa depan, ia berencana mengembangkan sekolah kopinya dengan menawarkan paket berbagai kelas yang akan dikombinasikan dengan paket wisata.

(rr/Syam)

Artikel Terkait :

Share : Twitter | Facebook

Kirim Komentar