Transformasi Digital Sangat Diutamakan dalam Agenda Bisnis 95% Perusahaan di Asia Pasifik

Saintek » M. Ramdani | 14/07/2020 21:49:00 WIB

Red Hat, Inc., penyedia solusi open source terkemuka di dunia, mengumumkan hasil penelitian Harvard Business Review Analytic Services, mewakili Red Hat, yang mengeksplorasi perjalanan transformasi dan inovasi di Asia Pasifik (APAC), dengan latar belakang global.

Studi yang berjudul "Understanding APAC’s Success in Digital Transformation," ini melakukan survei terhadap 143 eksekutif bisnis dari berbagai industri, termasuk jasa keuangan, TI, dan sektor manufaktur di Asia Pasifik.

Studi ini mendapati bahwa perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik telah menerapkan transformasi digital sebagai strategi, tidak hanya untuk menunjang pertumbuhan tapi juga untuk mempertahankan kelangsungan hidup bisnisnya.

Perbedaan Asia Pasifik dalam hal efektivitas transformasi digital itu diwujudkan dalam bentuk manfaat bisnis penting bagi perusahaan-perusahaan di kawasan itu, termasuk membantu perusahaan-perusahaan tersebut menghadirkan produk dan layanan baru ke pasar lebih cepat dari perusahaan-perusahaan serupa di tingkat global.

Temuan penting laporan tersebut meliputi: Sebanyak 95% eksekutif di APAC mengatakan transformasi digital semakin penting selama 18 bulan terakhir. Sebanyak 80% pemimpin bisnis di APAC menyatakan perubahan budaya dan modernisasi teknologi sebagai dua hal yang sama pentingnya di dalam transformasi digital.

Kemudian, sebanyak 40% eksekutif di APAC mengatakan mereka mengembangkan dan menghadirkan aplikasi-aplikasi baru di pasar lebih cepat dibandingkan dengan 23% eksekutif di bagian dunia lain.

Para eksekutif di APAC menilai perubahan budaya menjadi hal terpenting dari tiga soko guru modernisasi, bersama dengan teknologi dan proses bisnis. Sehingga kalau diabaikan akan menjadi hambatan yang signifikan terhadap keberhasilan transformasi.

Responden survei menyatakan bahwa budaya perusahaan sekarang termasuk faktor-faktor seperti kolaborasi (44%), inklusivitas (42%), kemampuan beradaptasi (41%), dan transparansi (40%).

Studi ini juga mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan yang ingin berhasil melakukan transformasi digital perlu mendukung inisiatif perubahan budaya mereka di samping berupaya memodernisasi infrastruktur dan arsitektur aplikasi mereka.

Dengan menggabungkan dua inisiatif tersebut, perusahaan-perusahaan di APAC dapat: Mengadopsi metode integrasi/penyediaan berkelanjutan, yang dianggap vital oleh 75% responden. Dengan cepat mengembangkan dan menghadirkan aplikasi baru (40%). Merespons permintaan pelanggan dengan cepat (39%). Meng-update sistem dengan efisien (39%). Mengontrol biaya pemeliharaan (maintenance) (39%).

Para eksekutif di APAC punya gagasan yang jelas tentang di mana mereka harus berinvestasi selama 12 hingga 18 bulan ke depan dalam rangka mempertahankan momentum transformasi digital.

Mereka berencana untuk berinvestasi di bidang artificial intelligence (AI) dan machine learning (40%), serta meningkatkan pengeluaran mereka untuk berinvestasi aplikasi-aplikasi bisnis berbasis cloud sebesar 8% dan tool otomatisasi proses bisnis sebesar 6%.

Penelitian ini digagas oleh Red Hat, dan merupakan bagian dari studi global berjudul "Rethinking Digital". Harvard Business Review Analytic Services mensurvei 690 pembaca HBR (pembaca majalah/newsletter, pelanggan, pengguna HBR.org), di mana 143 di antaranya berasal dari Asia-Pasifik.

Para responden memegang berbagai fungsi pekerjaan di banyak industri termasuk manufaktur, jasa keuangan, teknologi, dan jasa konsultasi.

Sajeeve Bahl, vice president and head, Services, Red Hat APAC mengatakan, banyak perusahaan sekarang mendapat tekanan untuk menghadirkan produk dan memberi kepuasan kepada pelanggan secara efisien dan gesit.

Perusahaan-perusahaan di Asia-Pasifik telah menjadi teladan dalam mendorong transformasi digital berbasis teknologi untuk mendukung perubahan budaya. Sehingga mereka dapat mengadopsi prinsip-prinsip open source, seperti kolaborasi, inklusivitas, dan transparansi.

“Dengan menggabungkan open source tools itu, mereka dapat memiliki cara baru dalam bekerja untuk mempercepat inovasi dan mempertahankan daya saing,” tutupnya.

(rr)

Artikel Terkait :

Share : Twitter | Facebook

Kirim Komentar