Potensi Cadangan Panas Bumi Indonesia Terbesar Kedua di Dunia

Ekonomi » Mashudi | 08/04/2023 09:50:00 WIB

Harris Yahya, Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan sumber Daya Mineral, menyatakan bahwa energi panas bumi sangat potensial menjadi pengganti listrik yang bersumber dari pembangkit fosil.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi panas bumi Indonesia berada pada peringkat kedua terbesar di dunia yakni sebesar 23.356,9 MW. Sehingga, tidak heran jika pengembangan pembangkit panas bumi (PLTP) menjadi primadona untuk dapat mencapai target bauran energi terbarukan dan Net Zero Emission (NZE) 2060 atau lebih cepat.

“Namun, pemanfaatan potensi panas bumi sampai saat ini masih rendah. Hal ini terlihat dari jumlah kapasitas PLTP terpasang hanya 2.365,43 MW,” ujar Harris dalam pemaparannya pada acara diskusi secara virtual bertajuk “Quo Vadis Panas Bumi Indonesia?" pada Rabu (5/4/2023).

Harris menyebut banyak faktor penghambat percepatan pengembangan industri panas bumi di Indonesia dengan masalah yang terus berulang, sehingga policy breakthrough dibutuhkan untuk dapat mengakselerasi potensi energi terbarukan yang luar biasa.

“Hal tersebut dikarenakan karakteristik panas bumi yang mempunyai kestabilan tinggi, capacity factor tinggi mencapai 95%, dan potensinya yang sangat besar di Indonesia,” tambahnya.

Sesuai dengan komitmen Indonesia untuk mencapai NZE dan target penurunan jumlah emisi gas rumah kaca sebesar 32% di tahun 2030, maka energi panas bumi menjadi alternatif terbaik untuk dikembangkan. Keuntungan utama dalam pengembangan energi panas bumi ini adalah penyediaan energi dengan kuantitas yang cukup, kualitas yang baik, dan harga yang terjangkau.

Oleh karena itu, dilakukan berbagai upaya percepatan pengembangan panas bumi melalui government geothermal drilling, penawaran wilayah panas bumi, dan pemanfaatan langsung (yang masih sangat terbatas saat ini). Untuk mencapai NZE pada 2060 nanti, optimalisasi supply listrik dengan energi terbarukan dan efisiensi energi pada sisi demand harus seimbang.

Prijandaru Effendi, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia, menekankan bahwa pemanfaatan potensi panas bumi di Indonesia masih sangat terbuka. Namun, dibutuhkan dukungan pemerintah terhadap para pengembang panas bumi di Indonesia untuk mengakselerasi pembangkit dan industri panas bumi.

Prijandaru menjelaskan bahwa tantangan utama yang dihadapi oleh para pengembang panas bumi di Indonesia terkait price affordability dan skema tarif. PT PLN selaku single buyer dari PLTP harus menyalurkan listrik ke konsumen akhir dengan harga yang terjangkau (price affordability).

“Keadaan tersebut cukup menyulitkan pihak pengembang karena tingginya investasi dan risiko yang harus ditanggung. Sehingga, upaya untuk mendorong pengembangan energi panas bumi di Indonesia memerlukan kehadiran pemerintah untuk memberikan kepastian pembelian (PJBL) dan tata waktu yang jelas agar dapat memunculkan certainty dan kepercayaan bagi para pengembang/investor.” pungkasnya.

Sementara itu, Mirah Midadan, Peneliti INDEF, mengungkapkan terdapat selisih pertumbuhan supply dan demand listrik nasional sebesar -0,24% dalam satu dekade terakhir. Alternatif dalam menyeimbangkan supply-demand tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan produksi atau menambah diversifikasi energi. Dalam hal ini, potensi pengembangan panas bumi akan berperan penting dalam pencapaian target bauran energy terbarukan dan NZE.

Peraturan Presiden No. 112/2022 telah mengatur Harga Patokan Tertinggi (HPT) pembelian tenaga listrik panas bumi berdasarkan wilayah dan kapasitas. Dari perhitungan INDEF, ditemukan beberapa tarif PLTP eksisting di beberapa wilayah yang mengindikasikan kondisi ketidakekonomisan.
Untuk memodelkan pengembangan pembangkit listrik panas bumi dan EBT lain di Indonesia, INDEF melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan Low Emissions Analysis Platform (LEAP). Analisis ini dilakukan dengan dua skenario, yaitu Skenario Business as Usual (BaU) berdasarkan RUPTL PT PLN 2021 – 2030 dan Skenario Optimasi Geothermal dan EBT (OGE) berdasarkan RUEN 2015 – 2050.

Hasilnya, berdasarkan skenario BaU, dibutuhkan investasi sebesar USD 6,31 miliar/tahun untuk membangun pembangkit listrik (fosil dan energi terbarukan) sebagaimana ditargetkan dalam RUPTL 2021-2030. Kapasitas pembangkit terbesar masih didominasi oleh batubara.

Sementara skenario OGE, membutuhkan investasi sebesar USD17,19 miliar/tahun untuk membangun pembangkit listrik (fosil dan energi terbarukan) sebagaimana ditargetkan dalam RUEN 2015-2050. Jumlah kebutuhan investasi ini lebih besar hampir tiga kali lipat dari yang telah direncanakan dalam RUPTL. Perbedaan yang cukup signifikan tersebut dikarenakan lebih rendahnya proyeksi permintaan listrik di dalam RUPTL yang sudah memperhitungkan dampak pandemi Covid-19. Sehingga, dokumen RUEN harus diperbaharui agar tetap relevan dengan kondisi terkini.

Untuk pembangkit panas bumi dan energi terbarukan lainnya, membutuhkan investasi sebesarUSD11,19 miliar/tahun; yang mana pembangkit panas bumi membutuhkan jumlah investasi yang lebih tinggi dibandingkan pembangkit energi terbarukan lainnya. Namun, biaya operasional dari PLTP yang timbul menjadi paling rendah, sehingga tepat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik jangka panjang.

Usulan rekomendasi antara lain (i) dibutuhkannya dukungan fiskal dan non-fiskal khusus untuk pengembangan hulu (upstream) industri panas bumi; (ii) akselerasi implementasi Government Geothermal Drilling Program; (iii) implementasi Perpres 112/2022 terkait Harga Patokan Tertinggi pembelian tenaga listrik PLTP dengan tepat; (iv) percepatan sinkronisasi acuan kebijakan energi dengan dinamika global dan domestik, serta (v) pengurangan gesekan social di lokasi pengembangan PLTP, termasuk komunikasi dan pendekatan ke masyarakat local terkait pengembangan PLTP yang tidak merusak lingkungan secara masif.

Menurut Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner, sampai saat ini, industri panas bumi merupakan satu-satunya industri EBT yang memberikan kontribusi secara langsung terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di APBN. PLTP merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang unggul, stabil, dan murah dibanding EBT lain. Salah satu rekomendasi yang diberikan kepada pemerintah adalah dengan memberikan hak menyediakan transmisi energi atau memberikan subsidi agar energi panas bumi dapat dimanfaatkan.

(rr/Syam)

Artikel Terkait :

Share : Twitter | Facebook

Kirim Komentar