Koordinator Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I), Tom Pasaribu menyebutkan Pemprov DKI di era Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat merupakan masa terburuk dalam penyerapan anggaran.
Pasalnya, sejak tampuk kekuasaan Pemprov DKI Jakarta berganti pada 2012-2017, terbukti penyerapan anggaran terbilang rendah alias acak-acakan. Dimana rata-rata penyerapan anggaran per tahun hanya berkisar 50 persen.
Hal ini, menurut Tom, secara langsung berdampak dengan tidak terealisasinya mayoritas program Jokowi-Ahok dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2017.
"Lima tahun kemarin merupakan penyerapan anggaran terburuk sepanjang sejarah Provinsi DKI Jakarta," kata Tom di bilangan Jalan Surabaya, Jakarta Pusat, Selasa (26/9).
Hal lain yang disoroti Tom adalah amburadulnya pengangkatan maupun pemberhentian pejabat, terutama eselon dua dan tiga.
Lelang jabatan yang disebut-sebut bisa menghasilkan pamong yang mumpuni ternyata hanya omong kosong karena disinyalir marak pejabat titipan.
"Misalnya ada 300 peserta lelang yang setelah diseleksi memperoleh 40 orang. Namun belakangan membengkak menjadi 90 orang. Padahal tim seleksi eksternal Pemprov DKI," papar Tom.
Program lelang jabatan, menurut Tom, juga telah mematikan peran Baperjakat.
Selain itu, lanjut Tom, meski usia jabatannya sangat pendek, Djarot ternyata sangat hobi merombak kabinetnya.
Padahal perombakan itu justru menjadi beban pemerintahan berikutnya. Kebijakan Djarot itu juga melanggar UU Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Infonya minggu depan, Djarot kembali melakukan pelantikan. Ini jelas sudah tidak benar," tegas Tom
(rr/TS)